Sabtu, 18 Februari 2012

PEREMPUAN PRESFEKTIF QUR’ANI Oleh : Tutie Rosmalina, SH.I (Penulis adalah Mahasiswi Pasca Sarjana IAIN/Feminist Muda I)


“Perempuan dan Binatang Tidak Memiliki Jiwa, Perempuan Tercipta Dari Tulang Rusuk Adam Untuk Menemaninya-Doktrin Agama”
Tulisan ini akan ku awali dengan doktrin agama mengenai posisi perempuan ditengah masyarakat, sebuah doktrin agama yang sering ku dengar ”perempuan dan binatang tidak memiliki jiwa, perempuan tercipta dari tulang rusuk Adam untuk menemaninya”, banyak kitab suci yang menempatkan perempuan pada posisi sekunder. Sehingga agama memberikan posisi dominan terhadap laki-laki, laki-laki dapat melakukan segala bentuk kekerasan dan penerusan budaya patriarkhal sebagai bentuk pelegalan ego kelaki-lakian, celakanya budaya patriarkhal itu pula terus diwariskan oleh perempuan kegenerasi berikutnya dengan doktrin agama, yang pada akhirnya menjadikan perempuan pada posisi jenis kelamin kedua (The second sex).
Pewarisan pemahaman yang salah tentang asumsi agama terhadap perempuan sebenarnya harus dipandang dari sosiologis dan sosial budaya (sosiokultural) yang terbentuk dimasyarakat, dan kesalahan ini sebenarnya pada tataran pemahaman masyarakat itu sendiri. Kita sering terjebak dengan penafsiran teks-teks suci kepada kepentingan segelintir kelompok. Dan patalnya hasil penafsiran yang salah itu diterima begitu saja sebagai sebuah dasar pembuatan hukum, sehingga pada akhirnya posisi perempuan terhakimi dengan penterjemahan teks Qur’an yang pada awalnya bertujuan memuliakan perempuan menjadi perempuan ditempatkan pada posisi yang sama sekali tidak diuntungkan, hal ini terjadi karena pemahaman atau penafsiran teks atau ayat Qur’an yang salah. Lebih sederhananya maksud, makna dan tujuan ayat diturunkan dengan penafsiran dari ayat tersebut terjadi pergeseran, dari tujuan yang sebenarnya ingin disampaikan dari ayat tersebut. Semua dilakukan untuk kepentingan sebahagian kelompok atau pelegalan ego laki-laki.
Khusus bicara islam dan kitab sucinya Al-qur’an pada aktifitas sehari-hari banyak teks Qur’ani yang dipenggal lalu ditafsirkan berdasarkan kepentingan kelompok dan doktrin kelaki-lakian, hal ini dilakukan untuk menyerang dan melumpuhkan perempuan dalam aktifitas pendidikan, politik, rumah tangga dan eksistensi perempuan di dunia publik. Sehingga terbentuk asumsi semakin tinggi tingkat intelektual perempuan maka semakin rendah moralitas perempuan tersebut, dianggap binal dan tidak taat pada suami, dan hal lain terkait dengan hal tersebut, jelas ini merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan secara sosiologis, akibat doktrin dan penafsiran dari agama yang salah.
Bicara  Islam tidak akan kita lepaskan dari kehadiran Qur’an sebagai buku petunjuk samawi yang secara komprehensif dan lugas memaparkan hak asasi perempuan dan laki-laki yang sama, hak itu meliputi hak dalam beribadah, keyakinan, pendidikan, potensi spiritual, hak sebagai manusia, dan eksistensi menyeluruh pada hampir semua sektor kehidupan.
Diantara 114 surat yang terkandung didalam al-Qur’an terdapat satu surat yang didedikasikan untuk perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak asasi perempuan dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya perempuan berlaku di dalam lembaga pernikahan, keluarga dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat An-nisa, dan tidak satupun surat secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki. Lebih jauh lagi, Islam datang sebagai revolusi yang mengeliminasi diskriminasi dan penindasan atas perempuan dengan pemberian hak warisan, menegaskan persamaan status dan hak dengan laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan aturan pernikahan yang mengangkat derajat perempuan masa itu dan perceraian yang manusiawi.
Banyak teks qur’ani yang dipenggal oleh sebahagian mufasir (penafsir terjemahan qur’an) dan intelektual muslim sebagai alat pelemahan otoritas perempuan dan pemakjulan terhadap perempuan, seperti surah An-nisa(4:34).
Yang memiliki arti kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.1
Surah ini sering sekali diplintir dan dipenggal untuk  mengahalangi perempuan masuk kedalam dunia politik (Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan) atau ayat ini dipotong dan ditafsirkan secara bebas untuk pelegalan terhadap pemukulan perempuan dalam rumah tangga (Pisahkanlah mereka dan pukullah), tanpa melihat sebab-sebab penurunan ayat ini atau yang dikenal asbabunuzul dari ayat tersebut. Saya fikir ini bukan salah Agama atau kitab sucinya, tetapi manusia yang menterjemahkan sesuai kebutuhan mereka, sehingga ayat Qur’ani dijadikan komoditi kepentingan laki-laki atau pelegalan budaya patriarkhal semata.
Al-qur’an berulang-ulang menjelaskan hak-hak perempuan dan kemuliannya, Al-qur’an juga memberikan jaminan bahwa posisi perempuan dan laki-laki sama dimata Allah,  seperti yang difirman Allah dalam surat-At-taubah : 71,”dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Sehingga hanya keimananlah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, tidak ada satu ayatpun yang mendiskriditkan perempuan pada dasarnya di dalam ayat-ayat al-qur’an, namun para penafsir dan yang katanya intelektuallah yang menyalah artikan dari ayat-ayat tersebut sehingga memberikan batasan-batasan bagi perempuan.
Yang menjadi permasalahan sangat mendasar saat ini adalah lelaki merasa memiliki hak istimewa, yakni para lelaki merasa memiliki hak tertentu atas perempuan semata-mata karena mereka laki-laki. Dan hal tersebut terus diamini oleh perempuan yang masih memiliki pola pandang patriarkhal. Lelaki memiliki keyakinan bahwa mereka memiliki hak untuk keluar dimalam hari sementra tidak dengan perempuan, laki-laki berhak atas pekerjaan formal sementara perempuan hanya boleh merawat anak-anaknya dirumah dan tidak boleh menerima tamu atau bahkan keluar rumah tanpa seizin lelaki atau suaminya, walaupun untuk kepentingan keluarga yang sangat mendesak, perempuan seolah diposisikan pada situasi yang tidak memiliki pilihan dan bicara sexs perempuan juga tak boleh meminta duluan atau memilih untuk tidak melakukan hubungan intim, dan pada akhirnya posisi hidup perempuan seperti tidak memiliki pilihan, jelas semua kasus ini hanya karena keegoaan laki-laki dan masih rendahnya pengetahuan perempuan atas hal tersebut.
Penutup
Maka Cara berfikir (frame) menuju titik krusial tersebut harus dispesifikasikan/di khususkan pada tatanan Islam dan dari mana perpektif yang dibawa dalam melihat bangunan tersebut. Apakah Al-qu’an dilihat secara holistik atau sekedar parsial dengan mengedepankan fenomena yang terjadi, atau dengan Al-qur’an sebagai jalan hidup (way of live) atau hanya sekedar pemahaman akan makna Qur’ani dengan kualitas implementasi risalah yang belum sempurna.
Dan selanjutnya, terhadap aturan dan status yang diberikan Islam kepada perempuan terdapat fungsi dan akses-akses yang positif di masyarakat dimana poin-poin di atas dalam prespektif Islam mempunyai tafsiran yang tentu perlu kejelian dalam mengartikan dan meginterpretasikan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai matematis suatu nominal. Tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa kenyataan yang ada akan melahirkan stereotip-stereotip negatif, karena tidak mungkin (nonsens) bila keagungan aturan tidak dibarengi dengan perbuatan “implementasi” yang riil dari para penganutnya.
Bila yang terjadi adalah kesalahan dalam membaca bahasa agama, dengan menginterpretasikan suatu aturan secara subjektif, menghilangkan pesan yang dibawa dan justru menyembunyikan keotentikan pesan dengan manipulasi ajaran diganti dengan kultur-kultur yang merugikan kaum perempuan. Persamaan hak yang mengedepankan pengertian dan kesadaran bahwa perempuan dan laki-laki adalah sama hak dan kewajibannya, hanya  biologis dan rerpoduktiflah yang membedakan keduanya akan jauh dari konteks yang sesungguhnya. Walaupun saat ini mulai ada titik cerah bagi perjalanan perempuan khususnya indonesia untuk menapaki makna kesetaraan dan kesejajaran baik di dunia publik maupun domestik. Semoga Allah memberi petunjuk dan hidayahnya bagi orang-orang yang munkar dan djolim.



1 Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. Maksud dari jika kamu khawatirkan nuzusnya adalah untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.