Selasa, 15 Februari 2011

Perbandingan Pemikiran Study Gender (tutie Rosmalina/Ketua Umum KOHATI HMI Cabang Medan)


DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................................             i
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................             1
   A.   Latar Belakang Masalah............................................................................             1
      B.   Rumusan Masalah......................................................................................             2
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................             3
              I.        Pengertian Gender Dan Latar Belakang………………………………….                        3
            II.        Pemikiran Dalam Perkembangan Wacana Gender, Tokoh dan Ajaran                          
·         Perempuan Arab Abad Ke Tujuh…………………………………             4
·         Perempuan Pada Periode Islam Awal ……………………………           5
·         Gejolak Peradaban Gender dan Tokoh…………………………..                        8
1.    Fatimah Marmisi……………………………………………                       9
2.    Aminati Wadud……………………………………………..                        10
3.    Nawal Al Saadawi………………………………………….                        10
4.    Siti Musda Mulia……………………………………………                        10
5.    Dan Tokoh Lain…………………………………………….                        10
·         Pergerakan Perempuan Barat…………………………………….                        11
·         Aliran-Aliran Gerakan Perempuan………………………………..                        12
·         Dua Aliran Besar Feminist…………………………………………                        13
·         Gerakan Perempuan Indonesia Dan Kondisi Kekinian………….            15
·         Politik Gender Dan Issu Gender…………………………………..            17
·          Gender Mainstreaming/Pengarus Utamaan Gender……………           18
           III.        Analisis Gender, Plus Minus Feminisme Barat dan
 Implikasi Bagi Dunia Islam…………………………………………………                       19
BAB III : PENUTUP................................................................................................             21
            a. Kesimpulan................................................................................................             21
Daftar Pustaka...........................................................................................................             22





BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG MASALAH

Untuk menjelaskan konsep gender sebaiknya saya menjelaskan terlebih dahulu makna yang bersentuhan dengan keduanya, yakni Sexs. Dalam masyarakat sering sekali kata seks di maknai ganda, di satu sisi di maknai dengan perlakuan seks dan di sisi lain di maknai dengan jenis kelamin.
Jenis kelamin atau Sex adalah perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, seluruh fakta yang secara biologis sama di seluruh dunia. Disebut sebagai kodrat dan tidak mungkin mudah di pertukarkan di antara perempuan dan laki-laki.  Seperti adanya Sperma, penis, hormone testosterone dan andro pause,  bagi laki-laki sementra perempuan ada rahim, mengalami haid, mampu melahirkan, mampu memproduksi air susu , vagina, dan hormone progesterone.
 Berbeda dengan Sex pengertian gender  tidak hanya  sekedar merujuk pada perbedaan biologis semata, dan le bih jauh gender merujuk pada peranan  dan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu hubungan yang netral dan seimbang.
 Gender adalah perbedaan secara social antara perempuan dan laki-laki. Dan masyarakat membedakan  serta menciptakan batasan antara perempuan dan laki-laki secara social dan turun temurun berupa peran, pembagian pekerjaan, arena sampai dengan nilai. Gender yang sering rancu dengan jenis kelamin sehingga di anggap sebagai kodrat, dan di jadikan sumber dari berbagai prasangka.  Asumsi atau Stereotype mengenai  perempuan dan laki-laki.
 Dalam islam perempuan juga memiliki kedudukan tinggi sebagai manusia karena perempuan  dan laki-laki tidak berbeda dalam sisi kemanusiaan. Manusia di dalam alqu’an disebut sebagai halifah Allah Swt yang memperoleh kemuliaan. Alqur’an menyampaikan.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengnal sesunguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi allah ialah orang yang paling bertaqwa dianatara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. (Qs. Al-Hujarat 13)
Jelaslah bahwa dari ayat di atas kedudukan perempuan dan laki-laki adalah dua fondasi penting masyarakat lalu standart keutamaan keduanya adalah pemeliharaan takwa.
B.   RUMUSAN MASALAH
 Dalam penulisan makalah ini adapun yang menjadi rumusan masalah yakni :
              I.        Pengertian Gender Dan Latar Belakang
            II.        Pemikiran Dalam Perkembangan Wacana Gender, Tokoh dan Ajaran
           III.        Gender Mainstreaming/Pengarus Utamaan Gender
          IV.        Analisis Gender, Plus minus Feminist dan Implikasi Bagi Dunia Islam.
      Perbedaan Gender juga bisa menyebabkan adanya hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempuan, adanya  anggapan dalam masyarakat bahwa pemimpin haruslah seorang laki-laki  sebab laki-laki di anggap memiliki kelebihan baik secara fisik maupun dari segi akal fikiran, dan pandangan ini mempengaruhi sikap dan pandangan sebahagian besar perempuan.
      Sejak kecil Laki-laki sudah di tanamkan bahwa harus lebih dari perempuan, tidak boleh menangis dan antribut lain yang harus menunjukkan ke laki-lakiannya, hal ini terus menerus di wariskan peregenerasi anak manusia, sehingga tidak mengherankan jika kemudian banyak pandangan yang di bentuk di tengah masyarakat yang menunjukkan laki-laki lebih dari perempuan, lalu pembedaan peran dan fungsi pun semakin mengkristal di tengah-tengah masyarakat.
      Alqur’an mengakui adanya perbedaan (Distinction) antara Laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan itu bukan pembedaan(discrimination) yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, namun berguna buat saling melengkapi dan pencapaian misi Keluarga SAMARA.
 Semoga Penulisan dan penyajian makalah ini Natinya bermanfaat bagi kita semua dan memberikan sedikit muatan ilmu baru. Pastinya dalam penyampaian makalah ini banyak sumbangan pemikiran yang di harapkan guna perbaikan diri, baik secara muatan keilmuan atau pun pandangan mengenai gender dan pengarus utamaannya.

“ Tak Perlu Menggugat Dunia Buat Menyuarakan Kesetaraan, Namun sadarkan saja Perempuan, Anak Perempuan Dan Ibu, Karena Di tangan merekalah Perubahan Buat Kaumku akan terpenuhi, kesetaraan merupakan Harga mati, bukan berarti kita akan kembali mengintimidasi” (Memoryam Off Kartini).

BAB II
PEMBAHASAN

              I.        Pengertian Gender Dan Latar Belakang

Gender yakni deretan sejumlah perbedaan laki-laki dan perempuan  secara sosial dan psikologis yakni perbedaan yang dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri , oleh karenanya sangat historis dan cultural. dipelajari melalui proses sosialisasi (dalam keluarga, institusi pendidikan  negara dll.) dan budaya yang dinamis dan dapat berubah-ubah.1
Bentuk-bentuk marginalisasi gender dapat berupa : Marginalisasi (peminggiran).  Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi.  Misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan.  Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan.  Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
Subordinasi (penomorduaan), anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki  Stereotip (citra buruk) yaitu pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.  Violence (kekerasan), yaitu serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip diatas. Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh kekerasan paling banyak dialami perempuan. Beban kerja berlebihan, yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus.
Ketidak adilan gender dapat berupa Langsung,  yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan berlangsung, baik disebabkan perilaku/sikap, norma/nilai, maupun aturan yang berlaku. Tidak langsung,  seperti peraturan sama, tapi pelaksanaanya menguntungkan jenis kelamin tertentu. Sistemik,  yaitu ketidak adilan yang berakar dalam sejarah, norma atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan.


Dasar sebuah gerakan adalah kesadaran adanya ketidak adilan yang dialami sekelompok orang yang bertujuan pada terwujudnya keadilan sebagaimana didefinisikan kelompok tersebut ,  mereka sadar, mereka berjuang, hingga kesetaraan itu dapat tercapai, perjuangan kesetraan bukan berarti adanya satu kelompok ada yang di bawah dan ada yang di atas. Namun setara dalam semua kesempatan dan akses. Jika melihat pengalaman gerakan perempuan Amerika Serikat dan Perancis, kedua-duanya pun timbul dan termotivasi dalam situasi revolusioner yang diciptakan oleh gerakan pembebasan nasional melawan inggris dan Revolusi Borjuis Perancis 1789. harus dilihat bahwa gerakan perempuan tidak timbul dan berkembang sendirian, ia adalah reaksi terhadap perkembangan masyarakat dan relasi produksinya. Maka, dalam perjalanan feminisme tidak mungkin dikontradiksikan dengan arus besar nasionalisme anti kolonial, gerakan anti imperealisme dijaman Soekarno, ataupun gerakan demokrasi dan anti neolibralisme dimasa sekarang.
Perempuan tidaklah homogen, selalu ada perbedaan di antara individu, kelompok dan dalam berbagai bentuk relasi sosial lainnya,  pada umumnya persamaan pandangan atas ketidak adilan terletak pada kenyataan bahwa perempuan masih menjadi sub-ordinat atau lebih rendah dari laki-laki, yang umum disebut sebagai budaya patriarki. Budaya ini muncul pada semua ranah baik public maupun privat sampai dengan orientasi seksual.
Memperhatikan bahwa deklarasi universal tentang hak-hak azasi manusia menegaskan azas mengenai tidak dapat diterimanya diskriminasi dan menyatakan bahwa semua manusia di lahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, dan tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat di dalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin. Salah satu undang-undang dan sumber referensi hak azasi perempuan adalah CEDAW (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Women) yang di syahkan oleh PBB di dalam sidangnya pada tanggal 18 Desember 1979, yang diindonesia di kenal dengan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

  II.          Pemikiran Dalam Perkembangan Wacana Gender, Tokoh dan Ajaran

·         Perempuan Arab Pada Abad Ketujuh (Masa Jahiliyah)
Kedudukan sosial perempuan arab pada abad ketujuh secara pasti berada dalam kondisi yang sangat memperihatinkan,  sekalipun para penyair jahiliyah memuja-muja kecantikan dan ketinggian kekasihnya, memberikan penilaian tinggi terhadap kesatrian laki-laki, banyak syair yang menggambarkan penangkapan perempuan, ketergantungannya terhadap pria dan ketidak berdayaan perempuan terhadap ayah, kerabat, suami maupun kaum sejenisnya.
Bahkan hinaan terhadap seorang perempuan sebagaimana dalam cerita “Amr Ibnu Kultum 2, syair yang di buat di pandang bukan hanya sebagai hinaan terhadapperempuan tersebut secara pribadi, tetapi kedudukannya dalam hubungannya dengan laki-laki, dan biasanya perempuan hanya di jadikan pelayan/budak yang mempersiapkan makanan, membuat atau memperbaiki pakaian atau tenda, kadang-kadang mereka(baca perempuan hanya di jadikan penyair/penyanyi atau bahkan prajurit perang-perang kesukuan.
Penduduk di sebahagian daerah semenanjung Arab telah melembagakan pembunuhan terhadap bayi perempuan sebagai suatu kebiasaan adatm biasa bermotifkan alasan  kemiskinan atau keinginan yang kuat bagi pelanggengan suku, yang biasanya di katakana bahwa istri atau perempuan yang melahirkan anak perempuan itu melakukan hubungan terlarang, atau sebagai penolakan dari banyaknya jumlah perempuan yang terus hidup sementara jumlah laki-laki semakin sedikit karena perang dan pada akhirnya pelanggengan penguburan bayi perempuan hidup-hiduppun terjadi di sebahagian penduduk/suku arab pra islam ini.
Sebelum terjadinya penyebaran agama islam di semenanjung arab perkawinan hanyalah ikatan yang mengakibatkan dominasi laki-laki lebih tinggi yakni kesemena-menaan dan berkuasa, dan bahkan perkawinan mut’ah merupakan salah satu tipe perkawinan yang di gunakan untuk secara sewenang-wenang menggunakan hak hak istimewa seksual yang terkait perkawinan sementara tersebut, 3
·         Perempuan Pada Periode Islam Awal
Pada periode awal islam masuk kesemenanjung Arabia islam membawa pembaharuan, islam menekankan arti penting keluarga dan saling melengkapinya kedua unsure laki-laki dan perempuan sebagai pusat solidarita, dan bukan kekuatan kesukuan atau adat, karena kekuatan kesukuan inilah yang sangat kuat memecah dalam struktur sosial manusia. Dan kekuatan kesukuan inilah yang paling sulit untuk diretas untuk mempersatukan orang arab dan non arab di bawah bendera keagamaan yang tunggal, Perempuan dan semua manusia harus di jamin haknya melalui pembatasan-pembatasan dan rekomendasi khusus dalam Al-Qur’an pada teladan nabi muhamad S.A.W.dan dalam penetapan hukum syari’ah
Dalam hal perkawinan islam menegaskan bahwa perempuan adalah subjek bukan objek dalam akad perkawinan, akad ini haruslah merupakan suatu kesepakatan legal dan tertulis antara dua orang yang mengharuskan suatu ijab, dari pihak pertama dan qabul dari pihak kedua, dan saksi-saksi.dua unsure suami dan istri merupakan unsure penting dalam ikatan perkawinan. Islam juga menegaskan dalam pernikahan tidak ada unsure paksaan dari pihak keluarga dalam melaksanakan pernikahan, dan jika pemaksaan itu terjadi perempuan memiliki hak menggugat ke pengadilan.[4] Hal ini sesuai dengan peristiwa ketika seoarang gadis yang baru nikah mengadu pada rasul bahwa ayahnya telah memilihkan suami untuknya tanpa bermusyawarah dengannya, maka beliau segera memberikan ijin kepadanya untuk membatalkan perkawinan, pada saat itulah Rasullullah  menyatakan “ saya tidak memiliki kekerabatan pribadi terhadap suami saya dan saya menerimanya, tetapi saya ingin agar seoarang ayah tau bahwa ia tidak berhak untuk memaksakan seoarang suami bagi anak gadisnya tanpa persetujuannya”
Dan dalam perkawinan istri juga berhak menentukan syarat-syarat perkawinan dan termasuk di dalamnya mahar yang harus di berikan di awal akad pernikahan untuk mempelai perempuan bukan keluarga, penegasan terhadap kawin mut”ah (kawin kontrak ) secara tegas di larang kecuali pada mazhab syi’ah, bahkan dalam mazhab syi’ah perkawinan mut’ah harus di atur melalui akad tertulis dan aturan-aturan yang serupa.5 penggundikan diharamkan baik dengan perempuan merdeka maupun dengan budak, poligami yang telah menjadi kebiasaan di semua pelosok negeri juga di batasi dengan turunnya ayat.
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
Perceraian : Dalam hal perceraian tak kalah pentingnya islam meningkatkan harkat dan martabat perempuan, alqur’an secara khusus menyerukan persamaan hak bagi laki-laki dan perempuan. Ada beberapa permaslahan dalam perkawinan berupa Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali. Hal ini bermaksud tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, Maka boleh suami menerimanya.
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur ׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊËÑÈ
128.  Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[357] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[359]. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Masalah sipil politik,  Alqur’an juga membawa banyak pembaharuan bagi keadaan sipil politik perempuan, dia menjadi subjek legal penuh yang bisa memiliki dan mengatur hartanya sendiri. Bahkan ketika seorang perempuan sudah menikah dia tetap di beri kekuasaan buat mencari penghasilan dan menikmatinya sendiri walaupun terlebih dahulu harus meminta izin kepada suaminya. Dan seorang perempuan di masukkan dalam penetapan harta warisan yang dapat di kelola dan di kuasai sendiri sebagai isteri, saudara perempuan, ibu atau anak perempuandari kerabat/orang yang meningggal.
Perempuan memainkan peran penting pada abad awal islam bahkan memperoleh kekuasaan dalam masalah-masalah kenegaraan, sebagai contoh aisyah yang salah seoarang isteri nabi dia memimpin beberapa perang saat terjadi kegoncangan politik akibat terbunuhnya khalifah ketiga Utsman. Penegasan alqur’an juga pada segi sosial sangat nyata dorongan kesamaan hak bagi kedua jenis kelamin tersebut dengan bermunculannya penyair,penulis  perempuan, dan pemimpin dalam berbagai bidang. Sukayanah anak perempuan dari Husain bin ali (meninggal tahun 735 M) adalah seorang perancang busana dan sastera terkenal serta kelompok intelektualnya terkenal oleh seluruh dunia muslim6
Rabi’ah Aladawiyah pada abad kedua islam merupakan salah seorang penyair sufi yang termashur dan sebagai bukti pengakuan pengikut sertaan perempuan dalam hal sufi, pada awal periodesasi islam perempuan tidak hidup bercadar dan tidak pernah memerintahkan perempuan untuk hidup dalam pingitan atau pengucilan,  hal ini dipertegas dengan firman allah SWT Yang artinya
30.  Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31.  Katakanlah kepada perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Dalam hal ibadah tidak ada pembedaan antara perempuan dan laki-laki sehingga konsep dosa bawaan itu tidak di kenal oleh perempuan muslim. Dalam hal penciptaan kata nafs adalah sebuah kata mu’anas sebagai kata wahidah yang bermakna jiwa yang satu,
·         Gejolak Perubahan Peradaban Dan Tokoh
Dengan mencuatnya serangan mongol yang berakhir pada abad ke Sembilan belas yang di ikuti dengan kehancuran fisik kehancuran fisik dan politik bangsa arab.pendidikan bagi perempuan sangat di batasi dan banyaknya perempuan yang tidak mengenyam pendidikan, sehingga praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran islam, poligami dan pergundikan berkembang pesat, hukum-hukum syariat islam yang mengatur hubungan sesame manusia antara laki-laki dan perempuan tidak di pedulikan lagi.
Feodalisme menjadi sumber kehancuran peradaban islam dan bagaimana islam memposisikan perempuan sedemikian istimewa, disaat masalah keamanan memburuk dan satu kesatuan umat islam terpecah, dan kekayaan hanya terpusat pada segelintir orang, ini tidak hanya di rasakan oleh sebahagian semenanjung Arabia namun hampir di seluruh dunia dan bahkan sampai saat ini masih banyak Negara yang masih belum bisa melepaskan diri dari peodalisme dan memposisikan perempuan sebagai sub ordinat dari laki-laki. Banyak hukum local yang diskriminatif di terapkan
Kondisi yang semakin memburuk ini di alami ketika kebutuhan akan supply prajurit perang semakin meningkat dan perempuan di jadikan objek dan hukum yang di lakukan adalah hukum rimba, maka perempuan secara bertahap hanya menjadi beban bagi masyarakat, dan perempuan selalu membutuhkan perlindungan dari semua line, setelah melemahnya kekuatan gerakan islam kebanyakan masyarakat kembali menggunakan hukum adat pra islam yang pernikahan di samakan dengan akad jual beli. Dimana mempelia peria membayar uang mahar kepada orang tua dan jika terjadi perceraian maka uang mahar harus di kembalikan.
Kondisi yang semakin menghantarkan pada keterpurukan perempuan, maka beberapa aktifis perempuan dan peduli perempuan Jamaluddin al-afghani dan muridnya Muhamad abduh membangun gerakan emansipasi perempuan, sementara itu beberapa Negara islam terutama turki di bawah kemal attaruk untuk mendapatkan titik temu pergerakan perempuan melalui sumber-sumber non islam, hampir seluruh gerakan mengembalikan pada prinsip-prinsip dasar budaya mereka sendiri guna menemukan titik temu dan dasar penetapan yang di gariskan alqur’an.banyak organisai perempuan di Pakistan dan timur tengah di bentuk dan bersama-sama dengan usaha-usaha para pemimpin individual telah membantu melahirkan perubahan-perubahan di seluruh dunia muslim.7
Dala Pergerakan Perempuan/Pengarus Utamaan Gender di kenal beberapa tokoh dan Pemikiran di Antaranya
1.    Fatimah Marmisi
Fatimah marmisi adalah salah seorang pergerakan perempuan yang berasal dari timur tengah. Beliau memfokuskan pada gerakan pembebasan perbudakan terhadap perempuan arab. Issu gerakan yang di bangun dalam rumah tangga keluarga, istri tidak hanya berperan sebagai pelayan namun lebih dari itu, pernikahanmerupakan lembaga resmi buat meningkatkan harga diri perempuan.
2.    Aminati Wadud
Pemikian aminati wadud timbul karena fenomena marjinalisasi dan ketidak adilan peran perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial dan kesetaraan martabat antara laki-laki dan perempuan. Timbulnya budaya fatriarki dalam struktur sosial masyarakat, sehingga mempengaruhi pemikiran dari penafsiran Alqur’an tetang perempuan.
Aminati wudud dalam pemikiran dan kajian fikih mengungkapkan adanya masalah dan ketimpangan pemaknaan penafsiran ayat-ayat perempuan dan produk fiqih. Dan di lanjutkan dengan relasi fungsional antara laki-laki dan perempuan.  Beliau mengembangkan konsep diri demi kemajuan hidup manusia, kesetaraan individu merupakan kunci dalam mencapai kemajuan dan tujuan kesetaraan gender tersebut.
3.    Nawal Al Saadawi
Beliau merupakan Dokter muda dari timur tengah yang mengangkat permasalah pembagian seks. Menerutnya Perempuan berada dalam lingkungan “Konsumerisme perusahaan dan Pasar Bebas” di satu sisi dan sisi lain adalah Fundamentalisme politik agama , terlihat dua hal ini bertentangan namun pada dasarnya berada pada kutup yang sama yakni melegalkan pendiskriminasian terhadap perempuan.
Baginya perempuan dan anak merupakan bagian terlemah dari bagian populasi kita, dan korban terburuk dari pembantaian, masyarakat menempatkan perempuan pada subordinasi di karenakan bentuk tubuh dan dalam KTT beliau menyampaikan bahwa perempuan harus terorganisir agar mampu melawan penindasan dari jenis kelamin yang di lekati.
4.    Siti Musda Mulia
Tokoh pergerakan perempuan Indonesia ini fokus pada ranah Privatnya perempuan, bagi beliau perempuan dan laki-laki tidak dapat di batasi pada ranah privat, baginya perempuan dan laki-laki memiliki komposisi yng sama di dunia publik dan privat, perempuan memiliki potensi yang sama  buat memperjuangkan hak dan meberikan kewajibannya sebagai manusia.
Islam telah membawa perempuan dari posisi sebagai barang bergerak dalam perkawinan menjadi posisi sederajat, berhak mendapat bagian yang adildari warisan, dan di berikan kesempatan buat mendapat pendidikan yang sama dan tinggi.
·         Pergerakan Perempuan Barat (Feminist)
Sebelum saya memaparkan pergerakan perempuan barat ada baiknya saya memaparkan makna dan beberapa kata yang berkaitan dengan pergerakan ini, Feminist Ialah Orang yang percaya mengenai adanya ketidak adilan terhadap perempuan, dan berusaha melakukan sesuatu untuk memeranginya (Basin, 1986) Feminism ialah Segenap teori perspektif yang menjelaskan mengenai penindasan terhadap perempuan, mencari penyebabnya dan segenap konsekuensinya, serta menawarkan strategi untuk membebaskan perempuan dari penindasan tersebut. (Tong 1989). Feminine ialah Kumpulan atribut yang di tujukan kepada jenis kelamin perempuan.8
Pergerakan perempuan di mulai pada awal abad ke 18 salah satu tujuan utama dari pergerakan ini adalah penghapusan segala bentuk hukum yang di timpakan kepada perempuan oleh hukum adat ingggris, hukum ini secara umum sangat diskriminatif terhadap perempuan yang sudah menikah. Kami tidak meminta untuk diistimewakan atau berusaha merebut kekuasaan tertentu. Yang sebenarnya kami inginkan adalah sederhana, bahwa, mereka mengangkat kaki mereka dari tubuh kami dan membiarkan kami berdiri tegap sama seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan (Sarah Grimke, 1837)
Awal gerakan perempuan di dunia tercatat di tahun 1800-an . Ketika itu para perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan oleh kebanyakan perempuan masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki keahlian. Karenanya gerakan perempuan awal ini lebih mengedepankan perubahan sistem sosial dimana perempuan diperbolehkan ikut memilih dalam pemilu. Tokoh-tokoh perempuan ketika itu antara lain Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft. Bertahun-tahun mereka berjuang, turun jalan dan 200 aktivis perempuan sempat ditahan, ketika itu.
Seratus tahun kemudian, perempuan-perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat. Mereka mulai keluar rumah dan mengamati banyaknya ketimpangan sosial dengan korban para perempuan. Pada saat itu benbih-benih feminsime mulai muncul, meski dibutuhkan seratus tahun lagi untuk menghadirkan seorang feminis yang dapat menulis secara teoritis tentang persoalan perempuan. Adalah Simone de Beauvoir, seorang filsuf Perancis yang menghasilkan karya pertama berjudul The Second Sex. Dua puluh tahun setelah kemunculan buku itu, pergerakan perempuan barat mengalami kemajuan yang pesat. Persoalan ketidakadilan seperti upah yang tidak adil, cuti haid, aborsi hingga kekerasan mulai didiskusikan secara terbuka. Pergerakan perempuan baik di tahun 1800-an maupun 1970-an telah membawa dampak luar biasa dalam kehidupan sehari-hari perempuan. Tetapi bukan berarti perjuangan perempuan berhenti sampai di situ. Wacana-wacana baru terus bermunculan hingga kini. Perjuangan perempuan adalah perjuangan tersulit dan terlama, berbeda dengan perjuangan kemerdekaan atau rasial. Musuh perempuan seringkali tidak berbentuk dan bersembunyi dalam kamar-kamar pribadi. Karenya perjuangan kesetraan perempuan tetap akan bergulir sampai kami berdiri tegap seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan.9
·         Aliran-Aliran Gerakan Perempuan
Gerakan perempuan tidak pernah mengalami keseragaman di muka bumi ini. Antara satu negara dan satu budaya dengan negara dan budaya lain, memiliki pola yang kadang berbeda, bahkan ambivalen. Feminisme sebagai sebuah isme dalam perjuangan gerakan perempuan juga mengalami interpretasi dan penekanan yang berbeda di beberapa tempat.
Ide atau gagasan para feminis yang berbeda di tiap negara ini misalnya tampak pada
para feminis Itali yang justru memutuskan diri untuk menjadi oposan dari pendefinisian kata feminsime yang berkembang di barat pada umumnya. Mereka tidak terlalu setuju dengan konsep yang mengatakan bahwa dengan membuka akses seluas-luasnya bagi perempuan di ranah publik, akan berdampak timbulnya kesetaraan. Para feminis Itali lebih banyak mengupayakan pelayanan-pelayanan sosial dan hak-hak perempuan sebagai ibu, istri dan pekerja. Mereka memiliki UDI (Unione DonneItaliane) yang setara dan sebesar NOW (National Organization for Women) di Amerika Serikat. Pola penekanan perjuangan feminis Itali ini mengingatkan kita pada gaya perjuangan perempuan di banom-banom NU di Indonesia.
Hal yang sedikit berbeda terjadi di Perancis. Umumnya feminis di sana menolak dijuluki sebagai feminis. Para perempuan yang tergabung dalam Mouvment de liberation des femmes ini lebih berbasis pada psikoanalisa dan kritik sosial. Di Inggris pun tokoh-tokoh seperti Juliat Mitcell dan Ann Oakley termasuk menentang klaim-klaim biologis yang dilontarkan para feminis radikal dan liberal yang menjadi tren di tahun 60-an. Bagi mereka, yang bisa menjadi pemersatu kaum perempuan adalah konstruksi sosial bukan semata kodrat biologis.Di dunia Arab, istilah feminisme dan feminis tertolak lebih karena faktor image barat yang melekat pada istilah tersebut. Pejuang feminis di sana menyiasati masalah ini dengan menggunakan istilah yang lebih Arab atau Islam seperti Nisa’i atau Nisaism.
 Meski kemudian definisi feminisme banyak mengalami pergeseran, namun rata-rata feminis tetap melihat bahwa setiap konsep, entah itu dari kubu liberal, radikal maupun sosialis tetap beraliansi secara subordinat terhadap ideologi politik tertentu. Dan konflik yang terjadi di antara feminis itu sendiri sering disebabkan diksi politik konvensional melawan yang moderat. Misalnya konsep otonomi dari kubu feminis radikal berkaitan dengan gerakan antikolonial, sementara kubu feminis liberal menekankan pada pentingnya memperjuangkan kesetaraan hak-hak perempuan dalam kerangka bermasyarakat dan berpolitik yang plural. Inilah mengapa feminis selalu bercampur dengan tradisi politik yang dominan di suatu masa.10
Dan jika dipilah-pilah berdasarkan tradisi politik yang berkembang, maka aliran-aliran dalam femninisme dapat dibedakan ke dalam kubu-kubu sebagai berikut.
1. Feminisme radikal
1.  Feminisme liberal.
(Keduanya lebih mengedepankan klaim-klaim biologis, dan dikenal sebagai kelompok feminis-ideologis).
3. Feminisme sosialis atau feminisme Marxis: perempuan lebih dipandang dari sudut teori kelas, sebagai kelas masyarakat yang tertindas.
4. Feminisme ras atau feminisme etnis: yang lebih mengedepankan persoalan pembedaan perlakuan terhadap perempuan kulit berwarna.
Di luar kecenderungan tradisi politik di atas, berkembang pula ragam feminisme karena pendekatan teori dan kecenderungan kelompok sosial tertentu, seperti:
5. Feminisme psikoanalisis, dan
6. Feminisme lesbian.11
·         Dua Aliran Besar Feminisme
A. Feminisme ortodoks
Atau dikenal sebagai feminisme gelombang kedua, berkarakter sangat fanatik dan ortodoks dengan penjelasan-penjelasan wacana patriarkhal. Kaum feminis garis keras ini begitu yakin bahwa segala sesuatu yang menyusahkan dan menindas perempuan berhubungan dengan patriarkhal, hingga segala argumen hanya bertumpu pada penjelasan patriarkhal. Camille Paglia seorang profesor studi kemanusiaan dari Universitas Philadelphia mengkritik sikap feminis ortodoks sebagai kelompok yang selalu menganggap perempuan sebagai korban.
Bagi kalangan feminis ortodoks feminisme diartikan sebagai identifikasi dengan keinginan kesetaraan gender lewat perjuangan historis yang dicapai dengan advokasi melalui kegiatan politik. Feminisme memperlihatkan adanya perbedaan antara femnin dan maskulin yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Sedangkan jantan (male) dan betina (female) merupakan aspek biologis yang menentukan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan linguistik ini bagi feminis ortodoks dianggap sebagai sesuatu yang ideologis. Sedangkan bagi kalangan postfeminisme dianggap sebagai masalah.
Contoh dalam penanganan kasus pemerkosaan atau kekerasan terhadap perempuan misalnya, mereka akan mengandalkan argumen-argumen kelemahan perempuan, korban yang harus selalu duilindungi dan selalu mengalami ketidakadilan dari masyarakat yang patriarkhal. Argumen semacam ini terkesan manipulatif dan tidak bertanggung jawab. Kalangan ini banyak diwakili oleh femnistes revolusionares (FR) yang berdiri sejak tahun 1970 yang merupakan bagian dari Movement de Libaration des Femmes (MLF) atau gerakan pembebasan perempuan. Kelompok FR ini tidak menggunakan pendekatan psikoanalisa dan sangat mengagungkan kesetaraan serta rata-rata didukung kalangan lesbian.
Teori dasar kelompok FR adalah menentang determinisme biologis, yaitu perempuan tersubordinasi dengan norma-norma maskulin, karena haluan ini (determinsime biologis) menurut mereka merujuk pada pandangan tradisional esensialisme. Teori ini (tradisonal esensial) menekankan bahwa perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan adalah fixed atau kodrat yang tidak dapat berubah. Sementara menurut FR perbedaan terjadi karena masyarakat patriarkhi menganggap perempuan sebagai “the other” dalam tataran biologis dan psikis.
B. Postfemnisme
Kecenderungan feminisme ortodoks yang selalu melihat perempuan sebagai makhluk lemah tak berdaya dan korban laki-laki ini, tidak dapat diterima oleh perempuan-perempuan muda tahun 1900-an dan 2000 di beberapa negara maju. Retorika feminisme yang melekat pada “ibu-ibu” mereka terutama di tahun 70-an di daratan Amerika dan Inggris telah membuat generasi kuda “bosan” dengan femnisme. Feminisme sekan menjadi ukuran moralistik dan politik seseorang dan menjadi pergerakan kaum histeris, serta sangat mudah untuk menuduh dan melabeling seseorang dengan atribut “tidak femnis”. Kelompok inilah yang kemudian memperjuangkan postfeminisme.
Bahkan embrio kelompok ini sudah mulai muncul di tahun 1968 di Paris, tepatnya ketika mereka (kelompok anggota po et psych/ politique et psychoanalyse) turun ke jalan pada Hari Perempuan tanggal 8 Maret 1968 dan meneriakkan : Down with feminism. Sejak tahun 1960 kelompok postfeminis ini telah berusaha mendekonstruksi wacana pastriarkhal terutama wacana yang dikembangkan oleh feministes revolutionnaires (FR).
Bagi kelompok po et psych, posisi FR yang memakai semangat humanisme, jatuh lagi pada esensialisme yang mempunyai kategori fixed. Oleh karenanya po et psych mengadopsi teori psikoanalisa Freud yang mencoba menggunakan metode dekonstruksi dalam melihat teks-teks ketertindasan perempuan. Selain itu kelompok ini tidak menekankan pada kesetaraan (equality) seperti kelompok FR, yaitu identitas dan gender, tetapi lebih menekankan pada perbedaan (diffrence). Di sini dapat dipahami bila postfeminisme membawa paradigma baru dalam feminisme, dari perdebetan seputar kesetaraan ke perdebatan seputar perbedaan.
·         Gerakan Perempuan Di Indonesia Dan Kondisi Kekinian
 Ketika masa prakemerdekaan, gerakan perempuan di Indonesia ditandai dengan munculnya beberapa tokoh perempuan yang rata-rata berasal dari kalangan atas, seperti: Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya’ Dien dan lain-lain. Mereka berjuang mereaksi kondisi perempuan di lingkungannya. Perlu dipahami bila model gerakan Dewi Sartika dan Kartini lebih ke pendidikan dan itu pun baru upaya melek huruf dan mempersiapkan perempuan sebagai calon ibu yang terampil, karena baru sebatas itulah yang memungkinkan untuk dilakukan di masa itu. Sementara Cut Nya’ Dien yang hidup di lingkungan yang tidak sepatriarkhi Jawa, telah menunjukkan kesetaraan dalam perjuangan fisik tanpa batasan gender. Apapun, mereka adalah peletak dasar perjuangan perempuan kini.12
Setelah Kongres Perempuan tahun 1928 itu, muncul organisasi-organisasi perempun yang radikal dalam menentang poligini (perceraian sepihak oleh laki-laki), poligami, perkawinan anak perempuan, dan berpendirian nonkooperatif terhadap Pemerintah Kolonial, seperti Isteri Sedar. Muncul pula “sekolah- sekolah liar”, yang menolak subsidi kolonial. Di sekolah-sekolah ini ditanamkan semangat cinta Tanah Air dan cita-cita kemerdekaan. Belakangan Istri Sedar menjelma menjadi Gerwis, yang merupakan cikal bakal Gerwani nantinya.
Tidak banyak tersedia data tentang para tokoh perempuan yang telibat dalam gerakan bawah tanah melawan fasisme Jepang. Berbagai organisasi pemuda seperti Gerindo, AMI, Angkatan Muda Minyak, PRI dan terakhir Persindo (1945). Namun data tentang keterlibatan kaum perempuan dalam wadah dan laskar-laskar itu sering disebut hanya selintas saja dalam banyak literatur. Yang cukup menonjol adalah keberadaan GWS (Gerakan Wanita Sosialis), organisasi perempuan dari simpang kiri gerakan. Banyak anggota GWS saat itu yang ditangkap dan dibunuh Nippon karena berani terlibat dalam gerakan bawah tanah melawan fasisme Jepang
Di masa kemerdekaan dan masa Orde Lama, gerakan perempuan terbilang cukup dinamis dan memiliki bergaining cukup tinggi. Dan kondisi semacam ini mulai tumbang sejak Orde Baru berkuasa. Bahkan mungkin perlu dipertanyakan: adakah gerakan perempuan di masa rejim orde baru? Bila mengunakan definisi tradisonal di mana gerakan perempuan diharuskan berbasis massa, maka sulit dikatakan ada gerakan perempuan ketika itu. Apalagi bila definisi tradisonal ini dikaitkan dengan batasan a la Alvarez yang memandang gerakan perempuan sebagai sebagai sebuah gerakan sosial dan politik dengan anggota sebagian besar perempuan yang memperjuangkan keadilan gender. Dan Alvarez tidak mengikutkan organisasi perempuan milik pemerintah atau organisasi perempuan milik parpol serta organisasi perempuan di bawah payung organisasi lain dalam definisinya ini.
Namun definisi baru gerakan perempuan tidak seketat ini, hingga dapat disimpulkan di masa Orba pun telah muncul gerakan perempuan. Salah satu buktinya adalah munculnya diskursus seputar penggunaan istilah perempuan untuk menggantikan istilah wanita.13 Gerakan perempuan di masa rejim otoriter Orba muncul sebagai hasil dari interaksi antara faktor-faktor politik makro dan mikro. Faktor-faktor politik makro berhubungan dengan politik gender orba dan proses demokratisasi yang semakin menguat di akhir tahun 80-an. Sedangkan faktor politik mikro berkaitan dengan wacana tentang perempuan yang mengkerangkakan perspektif gerakan perempuan masa pemerintahan Orba. Wacana-wacana ini termasuk pendekatan Women in Devolopment (WID) yang telah mendominasi politik gender Orba sejak tahun 70-an, juga wacana femnisme yang dikenal oleh kalangan terbatas (kampus/akademinis) dan ornop.
Perkembangan Issu gender di Indonesia sendiri Mengalami peningkatan dengan bukti peningkatan kapasitas perempuan di ranah publik, walaupun secara statistik jumlah kekerasan terhadap perempuan meningkat namun pada kenyataannya jumlah ini menuun, mengapa hal ini terjadi di karenakan perempuan dewasa ini berani buat menyatakan ketidak nyamanannya atas sebuah ketidak senangan yang di alaminya.
·         Politik Gender dari Issu Gender
Sebagaimana negara-negara berkembang lainnya, pemerintahan Orba diidentikkan dengan peratutaran yang otoriter yang tersentralisasi dari militer dan tidak dikutsertakannya partisipasi efektif partai-partai politik dalam proses pembuatan keputusan. Anders Uhlin berpendapat bahwa selain dominasi negara atas masyarakat sipil, struktur ekonomi dan politik global, struktur kelas, pembelahan atas dasar etnis dan agama, maka hubungan gender juga mendukung kelanggengan kekuasaan rejim Orba.
Untuk memahami politik gender ini sangat penting, menganalisis bagaimana rejim Orba ini berhubungan dengan hubungan-hubungan gender sejak ia berkuasa setelah persitiwa 1965. Rejim Orba di bangun di atas kemampuannya untuk memulihkan ketaraturan . Pembunuhan besar-besaran berskala luas yang muncul digunakan untuk memperkuat kesan di masyarakat Indonesia bahwa Orla adalah kacau balau dan tak beraturan. Rejim Orba secara terus-menerus dan sistemis mempropagandakan komunis adalah amoral dan anti agama serta penyebab kekacauan.
Seterusnya Gerwani sebagai bagian dari PKI juga menjadi alat untuk menciptakan pondasi politik gender yang secara mendasar mendelegitimasi partisipasi perempuan dalam kegiatan-kegiatan politik. Kampanye ini ternyata tidak hanya menghancurkan komunis, tetapi juga menghancurkan gerakan perempuan. Kodrat menjadi kata kunci, khususnya dalam mensubordinasi perempuan. Orba mengkonstruksikan sebuah ideologi gender yang mendasarkan diri pada ibusime, sebuah paham yang melihat kegiatan ekonomi perempuan sebagai bagian dari peranannya sebagai ibu dan partisipasi perempuan dalam politik sebagai tak layak. Politik gender ini termasnifestasikan dalam dokumen-dokumen negara, seperti GBHN, UU Perkawinana No. 1/1974 dan Panca Dharma Wanita.
Dalam usaha untuk memperkuat politik gender tersebut, pemerintah Orba merevitalisasi dan mengelompokkan organisasi-organisasi perempuan yang berafiliasi dengan departemen pemerintah pada tahun 1974. Organisasi-organisasi ini (Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan PKK) membantu pemerintah menyebarluaskan ideologi gender ala Orba. Gender politik ini telah diwarnai pendekatan WID sejak tahun 70-an. Ini dapat dilihat pada Repelita kedua yang menekankan pada “partisipasi populer” dalam pembanguan, dan mengkonsentrasikan pada membawa perempuan supaya lebih terlibat pada proses pembangunan.
Di bawah rejim otorioter, implikasi politik gender ini ternyata sangat jauh, tidak sekedar mendomestikasi perempuan, pemisahan dan depolitisasi perempuan, tetapi juga telah menggunakan tubuh perempuan sebagai instrumen-instrumen untuk tujuan ekonomi politik. Ini nampak pada program KB yang dipaksanakan untuk “hanya” perempuan dengan ongkos yang tinggi, yang khususnya dirasakan oleh perempuan kalangan bawah di pedesaan. Ringkasnya politik gender Orba telah berhasil membawa perempuan Indonesia sebagai kelompok yang homogen apolitis dan mendukung peraturan otiritarian.
·         Gerakan Perempuan Masa Reformasi
Bila sistem pemerintahan yang semakin demokratis dianggap paling kondusif bagi pemberdayaan perempuan, maka di era reformasi ini semestinya pemberdayaan perempuan di Indonesia semakin menemukan bentuknya. Bila ukuran telah berdayanya perempuan di Indonesia dilihat dari kuantitas peran di sejumlah jabatan strategis, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, jsutru ada penurunan di banding masa-masa akhir rejim orba. Namun, secara kualitatif, peran perempuan itu semakin diperhitungkan juga di pos-pos strategis, seperti yang tampak pada komposisi kabinet kita sekarang. Ini dapat digunakan untuk menjustifikasi, bahwa mungkin saja kualitas perempuan Indonesia semakin terperbaiki.
Dan dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah gerakan dan issu gender tuntutan yang di bawa adalah
·         Top of FormPenghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
·         kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkpPenghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan
·         Pemberian Akses
·         KekekkkkkkkkkkDan pemerataan Pembagian Peran di arena Publik Dan Domestik

           III.        Gender Mainstreaming/Pengarus Utamaan Gender

Pengarusutamaan gender atau disingkat PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilah Gender  dalam sejumlah aspek kehidupan manusia, Rumah tangga, keluarga dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.14
Perbedaan gender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Kedangkalan peran sosial tersebut telah di bakukan oleh masyarakat, sehingga tidak ada kesempatan bagi perempuan atau laki-laki buat berganti peran.
Penerapan Convention on the elimination of discrimination against women(CEDAW) tidk semudah membalikkan telapak tangan nilai-nilai social dan budaya yang bias gender /telah sangat melekat dan mengakar dan kemudian melahirkan berbagai macam ketidakadilan pada perempuan Nilai yang bias gender sudah sangat merugikan kaum perempuan parahnya hal tidak disadari dan terus menerus diproduksi secara cultural nilai bias ini juga diperkuat oleh kebijakan Negara yang melanggengkan ketidakadilan gender ini seperti rantai yang nyaris tidak terputus permasalahan ini sebenarnya jika dikaji lebih jauh ketidakadilan terhadap gender pada dasarnya menjadian fenomena global yang juga berlangsung di Indonesia.
Di Indonesia kaum perempuan dipaksa menerima kontruksi social-budaya yang merugikan sebagai contoh seorang ibu harus berjuang dan memikul beban keras dan ganda seperti ibu rumah tangga / istri / dan sekaligus sebagai pencari nafkah // dari kenyataan sekelumit ini tidk sedikit realitas yang menunjukkan adanya kekerasan dalam rumah tangga secara budaya perempuan dipaksa menerima kenyataan ketidakadilan sebagai kegiatan yang wajar karena posisi sebagai perempuan,perempuan dikontruksikan sebagai makhluk nomer dua, dan tidak berhak buat mendapatkan akses politik, pendidikan serta hak kewarga negaraan.
Dengan kondisi demikian pemerintah dan Ornap mengupayakan mensosialisasikan peningkatan pemahaman akan kesetaraan dan keadilan gender bagi perempuan, sebagaimana yang di cita-citakan bahwa perempuan bukan makhluk nomer dua dan sub ordinat dari laki-laki namun perempuan setara dengan laki-laki dalam kesempatan dan akses. Menghapus segala bentuk fatriarkat dan penomer duaan perempuan.

IV.      Analisis Gender, Plus Minus Feminisme Barat dan  Implikasi Bagi Dunia Islam.

Kehadiran islam telah mampu meruntuhkan fanatisme kesukuan masyarakat arab yang membuat mereka terpecah belah dan saling menumpahkan darah, perseteruaan antara  Aus dan Khazraj yang berlangsung turun temurun, dan perlu di tegaskan dalam penciptaan perempuan dan laki-laki di dalam alqur’an tidak ada di bedakan, hanya saja di tengah-tengah masyarakat perempuan pertama yang di anggap ada adalah Hawa yang di ciptakan dari tulang rusuk hawa, dan anehnya penjelasan tentang ini tidak di temukan di dlaam alqur’an tetapi dpat kita temui pada perjanjian lama, kitab kejadian 2:21:22, “ Ketika adam sedang tidur lelap, Allah Mengambil tulang rusuk adam, kemudian dari tulang rusuk itu Allah Menciptakan seorang perempuan yang di beri nama Hawa (Eva) Keberadaan hawa/eva untuk memenuhi salah satu hasrat adam, seperti yang tercantum dalam Genensis 2:18-19 “ Di tegaskan tidak baik seorang peria sendiri dan karenanya Hawa/eva di ciptakan sebagai pelayan yang tepat buat adam. (a Helper Suitable For Him)15
Dan sedikit berbeda dengan alQur’an, di dalam alqur’an tidak ada yang mencritakan proses penciptaan hawa, hanya ada sebuah hadis yang berbunyi “Saling berpesanlah kalian Untuk Berbuat baik kepada kaum perempuan karena mereka di ciptakan dari tulang rusuk yang bengkok (Hr.Bukhari dan Muslim)”  hal ini sama sekali tidak berbicara proses penciptaan hawa karena perempuan yang di tuju bersifat jama’ dan untuk memahami hadis ini dapat di pahami sebagai majazi.
Tradisi-tradisi islam juga menentukan suatu partisipasi yang jauh lebih kuat, sementara feminist barat akan mengecam semua partisipasi keluarga atau perkawinan yang diatur sebagai pengaruh negative karena kebebasan individual, perempuan muslim memandang bahwa tujuannya harus seimbang atau bahkan di bawah tujuan kelompok,.
Islam membedakan pembagian peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan memberikan pilihan-pilihan dan penghargaan kepada perempuaan dan kedua jenis kelamin , dalam artian adanya tanggung jawab ekonomi keluarga kepada laki-laki dengan alasan tanggung jawab nafkah dalam islam memang kewajiban suami yang harus di penuhi, dan tanggung jawab sosial keluarga merupakan tanggung jawab istri, disini menggambarkan adanya keimbangan pola keluarga dan tanggung jawab bersama dalam kesepakatan-kesepakatan berkeluarga yang mungkin ini dapat di katakana celah diskriminasi oleh feminis barat.
Oleh sebab itu untuk mempertahankan bahwa tanggung jawab ekonomi itu berada di bawah tanggung jawab laki-laki dan perempuan tidak bertanggung jawab terhadap ekonomi keluarga bukanlah suatu penolakan atau penyelewengan terhadap persamaan keadilan, seksual,hal ini merupakan suatu tugas yang harus di lakukan oleh laki-laki.
Kedudukan perempuan dalam islam pada hakikatnya adalah kedudukan manusia itu sendiri, islam memandang bahwa manusia merupakan ujud eksistensi yang istimewa dan lebih utama dari eksistensi materi, manusia tersusun dari tubuh dan ruh yang di ciptakan memiliki tujuan dan tanggung jawab. Alqur’an mengakui adanya perbedaan (Distinction) antara Laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan itu bukan pembedaan(discrimination) yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, namun berguna buat saling melengkapi dan pencapaian missi keselaras hidup namun bukan ketimpangan.



BAB III
KESIMPULAN

Berbeda dengan Sex pengertian gender  tidak hanya  sekedar merujuk pada perbedaan biologis semata, dan lebih jauh gender merujuk pada peranan  dan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah perbedaan secara social antara perempuan dan laki-laki. Dan masyarakat membedakan  serta menciptakan batasan antara perempuan dan laki-laki secara social dan turun temurun berupa peran, pembagian pekerjaan, arena sampai dengan nilai. Gender yang sering rancu dengan jenis kelamin sehingga di anggap sebagai kodrat, dan di jadikan sumber dari berbagai prasangka.
Pengarusutamaan gender atau disingkat PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilah Gender  dalam sejumlah aspek kehidupan manusia, Rumah tangga, keluarga dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan
Perempuan adalah berakal, laki-laki juga berakal, yakni mereka memiliki akal dan fikiran dan pada saat Allah memberikan itu pada keduanya maka mereka berhak menggunakannya, keharusan memenuhi kebutuhan hidup adalah bekerja, tidak ada yang membedakan ubah dari jenis pekerjaan yang di lakukan oleh perempuan atau laki-laki, karena perbedaan upah akan menghantarkan pada celah disktiminasi bagi perempuan.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.








DAFTAR PUSTAKA

·         Muhamad Anas, Mengngembalikan Hak-hak politik Perempuan, Pt. azan, Jakarta: 2001
·         M. Quraisyihab, Perempuan, LenteraHati, Ciputat : 2009
·         Siti Musda Mulia,DKK, Keadilan dan kesetaraan Gender Presfektif Islam, Lembaga Kajian Agama dan Gender, Jakpus : 2003
·         Dina Lumban Tobing, Pengenalan Gender dan Feminisme, Medan,dvv Sinceritas et Simplicitas, 2003
·         Sebuah cerita yang diambil dari AbuAl-Faraj , Qitab aghani IX, 182adalah cerita Amr ibn Kulthum yang di kumpulkan pada periode Umayyah.

·          Lamya’ al-Faruqi “Terjemahan  Women Muslim Society and islam” Al-Fikri, Bandung: 1997
·         Asaf, outlines Of Muhamad Lau  London, : Oxford University, 1955
·         Ahmad Kamal, Al-Mar’ah Fi Al-Islam Thanta : Sya’rawi Press, 1955
·         ulie Mertus, Florence, M.Gunawan, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan, Pustaka Sinar Harapan,  Jakarta : 2001 H 61-62
·         Sri Suhandjati Sukri. At, Islam Dan Perempuan, Pt. Nuansa, Bandung: 2009
·         Jurnal Perempuan PArlement, Terbitan 1990 Jakarta: PT.Kompas
·         www.pengarus utamaangender.com
·         www. Buku online Aminati wadud.com
·         www.world Fres Gejolak Pemikiran Perempuan. Com


















1 Dina Lumban Tobing, Pengenalan Gender dan Feminisme, (Medan,dvv Sinceritas et Simplicitas, 2003) h 6
2 Sebuah cerita yang diambil dari AbuAl-Faraj , Qitab aghani IX, 182adalah cerita Amr ibn Kulthum yang di kumpulkan pada periode Umayyah.
3 Lamya’ al-Faruqi “Terjemahan  Women Muslim Society and islam” Al-Fikri, Bandung: 1997 h50
[4] Asaf, outlines Of Muhamad Lau (London, : Oxford University, 1955) h 74
5 Asaf, Ibid  hal 99-101
6 Jurnal Perempuan, kompas, Jakarta : 2006 h 12
7 Ahmad Kamal, Al-Mar’ah Fi Al-Islam (Thanta : Sya’rawi Press, 1955) h 30
8 Oxfam Novim,  Cuplikan sejarah Gerakan Perempuan, Belanda : 2009 h 02
9 www.Perempuan Pembebasan.blogsport edisi Desember 2010
10 Julie Mertus, Florence, M.Gunawan, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan, Pustaka Sinar Harapan,  Jakarta : 2001 H 61-62
12 Sri Suhandjati Sukri. At, Islam Dan Perempuan, Pt. Nuansa, Bandung: 2009 H  180-190
13 Jurnal Perempuan PArlement, Terbitan 1990 Jakarta: PT.Kompas
14 www.Biro PP, Anak Dan KB Pemprov Sumut. com
15 Matiyus, Holy Bible, Ontario, Guelp H 2