Rabu, 16 Maret 2011

“ PERJUANGAN SETENGAH HATI “ REFLEKSI PERJUANGAN PENCAPAI CITA-CITA LUHUR KOHATI Tutie Rosmalina (KETUA UMUM KOHATI HMI CABANG MEDAN 2009-2010


Banyak harap sebenarnya yang ku titipkan kepada seluruh kader ketika aku memutuskan HMI sebagai organisasi yang aku pilih, aral merintang yang menghalang ku jadikan motivasi, dan miris bahkan hampir menangis ketika apa yang ku lihat dan ku jalani di organisasi ini jauh dari harap yang ku impikan sesaat ku memutuskan buat berHMI.
            Seiring perjalanan waktu seyogyanya permpuannya HMI mampu menjadi perempuan cerdas dan memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang spiritual serta keilmuan pada umumnya, sehingga Kader HMI-wati yang pada akhirnya akan memutuskan dan mengambil peran serta pilihan sebagai Istri/Ibu dan akan melahirkan generasi berikutnya. Dan Dari rahim para kader HMI-Wati yang cerdas secara emosional dan sprituallah para generasi yang cerdas akan dilahirkan, sebagai penopang Negara dan penyambung tangan buat mewujudkan Kualitas Insan Cita yang sama-sama kita mimpikan.sehingga dengan sendirinya kesejahteraan dan penghormatan akan hak perempuan yang saat ini ramai-ramai tengah di perjuangkan akan mudah di capai. Apabila mentalitas terbangun dengan baik, perempuan tidak perlu lagi repot memperjuangkan hak mereka yang sebenarnya sudah menjadi hak yang azasi, mereka hanya akan focus bagaimana memikirkan dan mengerjakan apa yang mampu membuat sejahtera kehidupan mereka (perempuan dan Kaumnya).
            Perempuan pernah tidak dihargai sama sekali ketika mereka keluar dari perut ibu dan ketika itu pula mereka bersemayam di perut bumi. Semua ini nyata, perempuan dianggap hanya peramai dunia. Tidak mampu melakuakan aktivitas yang berat dan tidak mampu berperang. Seakan kemampuan berperang adalah segala-galanya pada zaman itu. Bahkan Perempuan hanya menjadi pemenuh kebutuhan biologis laki-laki, para lelaki dapat berganti-gantian istri.
            Perempuan tidak dapat menghindar dalam bentrok fisik dan tidak jarang mereka menjadi korban kekerasan serta keegoisan para lelaki. Namun masa itu sudah tergantikan. Sejarah bukan untuk diulang atau dijadikan inspirasi perjuangan. Sehingga tidak jarang jiwa perempuan cenderung terobsesi untuk mengalahkan kaum laki-laki. Hal ini juga yang mengakibatkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Negara kita merupakan negara hukum. Bahkan dalam berhubungan biologis sekalipun diatur sedemikian ketat. Seperti yang tercantum pada KUHP pasal 285, ’’Barang siapa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”, atau pada undang-undang pasal 81 ayat 1 dan pasal 82 No. 23/2003. Di negara kita, perempuan lebih dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan.
    Tindak kriminal yang korbannya perempuan baik dalam kasus percobaan pemerkosaan maupun motif kekerasan yang lain masih lumrah dijumpai. Hal ini memang cukup memprihatinkan. Telah sejauh mana peraturan yang terbuat dan terumuskan itu dimainkan masyarakat. Asas sebab akibat terlalu sulit dihilangkan dalam tatanan hidup bermasyarakat. Karenanya, perlu sosialisasi dan evaluasi signifikan di setiap bergulirnya perundang-undangan.
    Dibandingkan persentase perempuan yang cerdas, ternyata persentase perempuan yang kurang mampu memanfaatkan kemampuan nalarnya pun tidak kalah banyak. Bahkan tergolong lebih banyak. Perempuan masa kini yang cenderung konsumtif dan hedonis terlalu banyak didapati masyarakat, tidak hanya di pinggiran jalan atau di dalam gedung-gedung perkantoran. Di lembaga-lembaga pendidikan-pun telah terkontaminasi dengan kebudayaan yang kini tengah digemari sebagian besar kaum perempuan. Bagaimana mereka menjadi perhiasan di muka bumi ini atau hanya sebatas peramai.
        Padahal, kehidupan perempuan sangat bermanfaat untuk membangun peradaban lebih besar. Menjadi perempuan yang patuh namun memiliki harga diri; Cerdas namun tidak dikucilkan dari kehidupan; Berprestasi namun bukan untuk bersikap pongah pada orang lain apa lagi pada kaum pria terkhusus para suaminya; Tegas namun tidak galak; Cerdik namun tidak untuk menyiasati aturan yang jelas untuk kebaikan hidup mereka; Ligat dan kuat namun tidak menutupi sisi kelembutan mereka.
    Negara kita merupakan negara hukum. Bahkan dalam berhubungan biologis sekalipun diatur sedemikian ketat. Seperti yang tercantum pada KUHP pasal 285, ’’Barang siapa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”, atau pada undang-undang pasal 81 ayat 1 dan pasal 82 No. 23/2003. Di negara kita, perempuan lebih dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan.
Begitu idealnya sesungguhnya hidup berdampingan yang di rencanakan Alllah dan Negara serta cita-cita HMI sendiri, hidup berdampingan antara laki-laki dan perempuan merupakan sirkulasi dan takdir illahi yang tak dapat di pungkiri memank ke dua unsure ini saling membutuhkan dan seyogyanya mampu saling melengkapi segala kekurangan. Tapi jika kita tilik ke belakang, benar jika kita mulai bertanya sebenarnya apa gunanya dan apa fungsi Kohati saat ini ? baik dari struktur tertinggi KOHATI PB HMI, KOHATI BADKO, KOHATI CABANG dan structural terendah KOHATI komisariat…?
Seluruh cipitas dan aktifitas Kader HMI dan KOHATI sepertinya hanya gandrung dan hobi buat suksesi dan pemenangan, sementara perbaikan secara kelembagaan terlupakan dan bahkan terabaikan, bagaimana lagi jika kita mengajak para kader HMI Dan KOHATI buat memperjuangkan kepentingan perempuan atau masyarakat madani yang memiliki permasalahan beragam.memang tak layak jika saya mengkritisi tanpa memberi kritikan sementara secara status saya juga kader HMI Dan KOHATI dan bahkan pemimpin di structural tertinggi di tingkat cabang.
Namun kritikan ini semakin menjadi-jadi dan membucah megah ketika saya d daulat sebagai Ketua Umum Di KOHATI Cabang saya, aktifitas yang saya dan rekan-rekan kepengurusan d periodesasi ini seakan dan seolah-olah hanya hisapan jempol belaka, rutinitas biasa dan bahkan tak memberi solusi apa-apa bagi penderitaan rakyat selain aktifitas basi dan bahkan menambah daftar penderitaan buat perempuan mungkin.
Pendidikan ke organisasian khusus buat perempuan HMI yang kami jalani juga hanya terhenti penyampaiannya sampai pada kader di bawah structural kami, tapi tidak berlanjut kepada masyarakat luas, kader HMI yang cenderung malas beraktifitas dan turun langsung d tengah-tengah masyarakat mengakibatkan formulasi yang di ramu terhenti , hendaknya seluruh kader dan cifitas yang terlibat dalam structural ke HMI an respon dengan kondisi yang berkembang dewasa ini di tengah-tengah masyarakat dan kader yang menyebar hampir di seluruh plosok negeri Indonesia ini.
Kedepan dan pada MUNAS ini saya pribadi berharap kita mampu merumuskan perbaikan secara structural kelmbagaan banyak kelemahan ku fikir dalam menjalankan aktifitas berHMI d lembaga KOHATI ini, terutama struktur satu lembaga dengan lembaga tertinggi dan yang lebih rendah di bawahnya yang hanya berfungsi sebagai penjaga malam. Atau pengawasan saja, hal ini juga sangat mempengaruhi dalam pembentukan wacana, missal KOHATI Cabang membuat formulasi pergerakan, namun kohati cabang tidak dapat memberikan intruksi ke Kohati d bawahnya d karena garis yang hanya Kordinasi, ya itu salah satu di antaranya, jika kondisi ini terus kita biarkan ku fikir akan banyak masah KOHATi dan Keperempuanan yang akan di biarkan mengambang begitu saja.
Semoga saja wacana perubahan dan semangat kebersamaan di Munas ini akan melahirkan sebuah gagasan baru untuk keberlangsungan KOHATI secara kelembagaan dan mampu memberikan perubahan nasip bagi rakyat Indonesia dan seluruh Perempuan yang mengalami penindasan dan diskriminasi.
Kohati merupakan corong perubahan pradigma masyarakat mengenai nasib dan wacana perubahan yang tak boleh hanya terhenti d seputaran wacana namun di harapkan adanya aksi kongkrit yang di lahirkan oleh generasi HMI dan terkhusunya KOHATI.
Semoga saja demikian adanya.
Seoarang Pemimpin tak mampu mengubah nasib dan kondisi Negara atau lembaga yang sedang di pimpinnya namun rakyat dan kadernya lah yang  menentukan perubahan tersebut. Semoga kita semua sebagai kader mampu menentukan perubahan bagi lembaga dan tidak hanya kita titipkan kebaga KETUA UMUM atau PEMIMPIN yang kita beri amanah nantinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar